Rupanya warga di sekitaran itu telah lama mengetahui kelakuan aneh Pak Musik. Dikutip ruanghati.com dari Pos Metro Medan (grupnya JPNN) bertandang ke rumahnya. Semula, dia sedang asyik duduk menyandar di dinding warung dekt rumahnya, sambil menyulut rokok. Dia tidak mengenakan baju dan hanya memakai kain sarung warna hijau. Setelah memperkenalkan diri dan memberitahu maksud kedatangan Pos Metro Medan, ayah lima orang anak inipun sempat terdiam sejenak namun belakangan mengajak tamunya ke ke rumahnya.
“Ya udah. Kita ke rumah aja biar enak ceritanya,” katanya sambil beranjak dari duduk. “Beginilah rumah kita. Di dalam dan di luar, sama aja,” ujar Pak Musik berbasa-basi sambil mengembangkan tikar plastik di teras. Setelah mempersilahkan duduk, sesekali dia menatap tajam ke arah wartawan ini. “Kalau masalah itu, barusan saja saya makan bangkai dipingir sungai, ini tangan saya masih berbekas (maksudnya bekas bangkai-red),” ungkapnya sambil membuka telapak tangan kanannya.
Meski rutin mengkonsumsi bangkai ternak atau binatang, tapi Pak Musik mengaku tidak pernah ada masalah dengan kesehatannya. Bahkan menurutnya, bangkai yang disantapnya merupakan obat bagi tubuhnya. “Selama saya memakan bangkai itu, tak pernah sekalipun perut saya sakit. Artinya kesehatan saya tidak pernah terganggu, begitu juga ketika memakan kotoran manusia, saya tetap sehat-sehat aja, malah bertambah sehat rasanya,” ujarnya enteng.
Dia mengaku bangkai hewan apa saja yang pernah disantapnya, mulai dari bangkai ayam, ikan busuk dan bangkai-bangkai hewan lainya. “Kalau saya sebutkan satu satu, mungkin terlalu banyak,” ujarnya. Tapi yang pasti, lanjutnya, yang sering disantap bangkai ayam yang sudah banyak belatungnya. “Rasanya enak kok kalau dimakan pakai nasi,” jelas Pak Musik seraya mengaku terkadang memakan ayam bangkai tadi dengan bulu-bulunya.”
Dia sendiri mengakui kebiasannya itu tergolong aneh. Karenanya, saat memakan bangkai dan kotoran manusia, tapi tak sekalipun dilakukannya di hadapan orang, termasuk anggota keluarganya. Katanya, kasihan sama anak dan istri saya, yang bisa tidak bisa makan lantaran melihat adegan itu. Saat makan bangkai atau kotoran manusia, dilakukan di pinggir sungai atau kebun agar tidak dilihat oleh mereka. Dikatakan, bangkai-bangkai biasanya disantap dengan nasi putih.
Dia tampak keberatan saat ditanya latar belakang yang membuatnya berperilaku aneh itu. Sambil membetulkan letak kainnya, ia mengatakan, “Nggak usah cerita masa lalu saya. Karena yang ingin diketahui, kan cuma saya makan bangkai. Kan itu saja?” dia sempat bekerja layaknya orang-orang normal lainnya. Namun akhirnya, dia mau membuka cerita masa lalunya.
Pria yang telah separuh beruban ini, pernah menjadi pekerja seorang penguasa sukses yang punya puluhan angkutan umum. Cerita dia, pada suatu hari, ada sebuah barang berharga milik si pengusaha diklaim hilang. Tanpa punya dasar dan bukti yang kuat, Pak Musik dicurigai sebagai pelakunya. Kecurigaan pengusaha itu, karena mendengar bisikan rekannya yang kaya. Padahal belakangan diketahui, rekannya itulah yang sebenarnya mencuri barang berharga tersebut. Meski dia sudah bersumpah berulang kali, tuduhan tetap idak berubah.
Dia bahkan sudah memberitahukan kepada si pengusaha bahwa pencurinya adalah empat orang yang sebelumnya dianggap Pak Musik sebagai sahabat baiknya. Tapi pengusaha itu tidak yakin atas pengakuan Pak Musik. Alasannya, orang yang dituduhkan tadi banyak duit. “Sejak saat itu, saya berhenti bekerja,’ ceritanya.
Namun, selang beberapa bulan kemudian, Pak Musik dipanggil lagi oleh si pengusaha yang megaku telah mengetahui siapa sebenarnya orang yang mencuri asetnya. Karena sudah telanjur sakit hati, Pak Musik tidak mau lagi bekerja. Terlebih, “saya ingat betul dengan kata-kata sohib si pengusaha yang mengatakan, saya orang miskin tidak ada gunanya hidup kalau tidak punya ilmu.’
Terngiang kalimat sahabatnya itulah, Pak Musik berjanji dalam hati, suatu hari nanti, dia akan berguna bagi orang lain. Sewaktu mengucapkan ikrar itu, di situlah Pak Musik mengambil sepotong daging ayam goreng yang telah busuk lalu memakannya. Sejak saat itu, memakan daging busuk atau bangkai, tak lagi menjadi masalah baginya. “Kalau makan bangkai, setidaknya dua hari sekalilah,” imbuhnya tersenyum.
Pria yang hanya sekolah hingga kelas 3 SD itu pun cerita, kampung orang tuanya di Kuta Buluh Semole, Tanah Karo, sedangkan Pak Musik sendiri kelahiran Padang Bulan, Medan. dia anak kelima dari delapan bersaudara. Sejak tidak bersekolah lagi, Pak Musik hidup dan dibesarkan dari satu kampung ke kampung lainnya. Bahkan mulai hidup berpindah-pindah dari kota yang satu ke kota lain. (JPNN-Pos Metro Medan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar